Disore yang sejuk disebuah taman kota di Bandung, seorang pemuda nampak serius memerhatikan layar netbooknya sembari sesekali menyeruput es teh untuk menghilangkan rasa hausnya. Di taman itu ia tidak sedang bermain atau hanya sekedar memaanfaatkan fasilitas wi-fi gratis untuk membuka situs - situs pertemanan virtual. Ternyata ia sedang sibuk mengedit dan menambahkan barang - barang distro di toko online yang sudah lama ia kelola. Sudah lebih dari 3 tahun ini ia mengelola sebuah toko virtual yang menjajakan barang - barang distro khas kota Bandung.
Seorang teman saya yang lain sudah lebih dari 5 tahun menjadi seorang desainer grafis untuk sebuah perusahaan IT di Australia, ia tidak perlu meninggalkan rumah apalagi ke luar negeri untuk bekerja. Cukup dengan koneksi internet ia dapat mengirimkan desain - desain yang diminta bossnya melalui Instant Messaging service.
Kenyataannya dunia memang sedang berubah, keterpisahan oleh jarak dan waktu tidak lagi menjadi masalah bagi orang-orang yang bekerja di industri kreatif. Industri kreatif umumnya melahirkan inovasi-inovasi yang layak dipatenkan. Karenanya orang-orang yang bekerja di dunia penelitian sains dan teknologi, arsitek, desainer produk/mebel, desainer grafis, pemusik dan seniman adalah bagian dari keluarga besar ekonomi kreatif. Pergeseran orientasi ekonomi dunia dari ekonomi Fordist ke post-Fordist yang mengedepankan aset sumber daya manusia, telah menyebabkan persaingan luar biasa dalam merebut dan merayu talenta-talenta di dunia kreatif ini. Masa depan ekonomi dunia berada di pundak orang-orang kreatif yang mampu menyulap pengetahuan dan kreativitas menjadi inovasi yang melahirkan mesin ekonomi yang luar biasa.
Apa Itu Ekonomi Kreatif ?Banyak diantara teman saya yang bertanya mengenai pengertian dari ekonomi kreatif. Aktifitas ekonomi kreatif merupakan serangkaian kegiatan produksi dan distribusi barang maupun jasa yang dikembangkan melalui penguasaan di bidang informasi, pengetahuan dan kreatifitas. Ekonomi kreatif sangat menyandarkan aktifitasnya pada proses penciptaan dan transaksi nilai. Artinya, aspek sumberdaya manusia (
talent), teknologi, keberagaman budaya, dan pasar yang kritis (
critical mass) merupakan sebuah ekosistem yang sangat dibutuhkan, bahkan dicari oleh para pelaku industri kreatif di seluruh dunia. Banyak orang yang berpandangan kalau Bandung sudah memiliki ekosistem yang dimaksud.
Kenapa Bandung ?Sejak lama orang dapat merasakan energi bidang kreatif yang membuat Bandung berbeda dari banyak kota lain di Indonesia, bahkan Jakarta. Musik indie, gaya berpakaian yang dimunculkan distro alias distribution outlet, atau makanan hanyalah beberapa contoh produk Bandung yang membuat kota ini unik. Jika dilihat dari segi geografis, kondisi lingkungan yang sejuk untuk ukuran sebuah ibukota propinsi yang tidak terlalu besar sepertinya lebih memungkinkan warga kota Bandung untuk dapat bergerak dan berinteraksi dengan lebih leluasa.
Selama ini Bandung juga dikenal sebagai sebuah kota yang memiliki sumberdaya manusia yang relatif lebih ideal apabila dibandingkan dengan kota lain. Ada banyak sekolah, mulai dari SD sampai perguruan tinggi yang menjadi pemasok ratusan komunitas kreatif di kota ini. Selain itu, sikap masyarakat kota Bandung yang terbuka dan toleran membuat karakter mereka lebih dinamis dalam mengadaptasi perubahan. Selain itu, Bandung adalah kota yang dibangun Belanda sebagai kota pendidikan sehingga mengundang pelajar dari berbagai daerah ke kota itu yang menjadikan Bandung kota plural, kedatangan pelajar itu membuat warga yang berada pada usia produktif pun tinggi jumlahnya.
Faktor lain adalah populasi orang usia muda di bawah 40 tahun di Bandung tinggi, sekitar 60 persen. Keadaan ini memungkinkan terjadinya diskusi dan pertukaran ide secara intensif dengan lokasi di kafe, warung, atau tempat nongkrong lain.
Potensi Ekonomi Kreatif di Kota BandungKini adalah saatnya kita visikan kota Bandung untuk nyaman, melek desain dan berwawasan teknologi. Gaya hidup para talenta industri kreatif yang umumnya kosmopolitan harus difasilitasi, sehingga talenta internasional pun mau datang, hidup dan berbisnis di Indonesia. Karena pada dasarnya para talenta kreatif akan memilih tempat seperti Silicon Valley atau London yang menyediakan gaya hidup kosmopolitan, toleran, kondusif terhadap ide-ide baru, menghargai kebebasan individu dan hadirnya pemerintahan yang transparan. Hal ini tentunya sejalan dengan visi kota Bandung sebagai kota jasa yang BERMARTABAT. Selain itu hadirnya UU No. 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik akan membuat pemerintahan semakin transparan.
Tentunya faktor media juga memiliki peranan penting. Disahkannya UU Nol. 32 Tahun 2002 tentang penyiaran membuka peluang untuk berdirinya stasiun televisi lokal. Bandung TV, Sunda TV, CT channel, Pajajaran TV adalah televisi lokal yang berdiri di Bandung. Selain itu media penyiaran komunitas (baik TV maupun radio) yang muncul sebagai media penyaran alternatif yang melawan arus media mainstream di Bandung ini sudah semakin banyak.
Rajawali TV di bandung dan Inovasi TV di Cimahi adalah contoh media penyiaran komunitas yang berbentuk televisi.
Desain dan arsitektur juga harus dipandang sebagai bagian dari nilai tambah yang membuat ekonomi kota lebih kuat. Seperti halnya kota Bilbao di Spanyol dengan Museum Guggenheimnya yang membawa devisa 14 trilyun rupiah ke kota industri di Spanyol ini. Peluang-peluang ekonomi kreatif berbasis gaya hidup atau lifestyle adalah peluang besar. Di Bandung sendiri bisnis Factory Outlet hadir dengan omset milyaran rupiah perbulan. Industri Distro (distribution store) anak muda Bandung naik daun dengan desain clothing unik dengan pertumbuhan yang cepat.
Suasana kreatif dan alam yang unik di tatar Parahyangan ini membuat industri musik pun berkembang. Grup musik terkenal seperti Peterpan, Seurieus, Mocca, Laluna, PAS, Rif, Elfa, Krakatau hadir berbarengan dengan puluhan grup musik Indie. Galeri-galeri seni tumbuh pesat di Bandung, seperti Galeri Barli, Galeri Sumarja, Galeri Jehan, Galeri Padi, Nyoman Nuarta Art Space, Selasar Sunaryo dengan kegiatan seni internasional yang menjadi agenda rutinnya. Walaupun tidak kita pungkiri bahwa fasilitas publik di kota Bandung ini sangat minim.
Saya ingat ketika teman saya membuat production house yang bernama "IG Production" akan mengadakan acara pemilihan model mojang jajaka alit (alit artinya anak kecil dalam bahasa Indonesia). Ia sempat bingung untuk memilih venue, sampai akhirnya diputuskan untuk menggunakan teater seni Baranang Siang. Acara siang itu berjalan sukses, akan tetapi saya yang tergabung dalam panitia ternyata terenyuh melihat fasilitas publik di Teater Seni Baranang Siang ini tidak dikelola dan dirawat dengan baik. Saya sempat mengobrol dengan beberapa orang pengelola gedung ini, menurut mereka ternyata anggaran pemerintah sangat minim, sehingga perawatan dan kegiatan yang diselenggarakan di gedung ini sangat terbatas.
Tentunya semangat membangun kota Bandung yang bertumpu pada ekonomi kreatif tidak akan berdampak signifikan tanpa bantuan dari semua pihak, baik dari pemerintah daerah sebagai regulator maupun dari masyarakat sebagai kreator. Mudah - mudahan dengan segala keterbatasan ini kita dapat mewujudkan sebuah ekonomi kreatif di kota Bandung.