Kadang saya sering bingung juga, kenapa ya orang - orang luar bandung (especially from Jakarta) getol banget menyambangi kota Bandung terutama ketika akhir pekan. Padahal di kota asal mereka (baca:Jakarta) sepertinya tempat makan banyak, tempat rekreasi juga lebih lengkap beserta ribuan sarana pendukung lainnya.
Mungkin buat orang Bandung sendiri tempat tempat seperti Lembang, Dago, sentra factory outlet, tempat makan di atas bukit, cewe-cewe yang "bening" :) hal tersebut sudah menjadi hal yang biasa. Salah satu contohnya alasan yang membuat Bandung sering dikunjungi ketika akhir pekan adalah tempat makan. Ternyata kecenderungan pasar yang terjadi saat ini adalah mereka bukan hanya mencari makanan yang enak, tetapi juga mencari tempat yang pas buat makan. Nah, value ini sekarang yang ditawarkan oleh tempat makan di Bandung.
Minggu lalu saya dan rekan - rekan iseng mengadakan rapat di tempat yang berbeda dari biasanya. Akhirnya diputuskan bertempat di Roemah Kopi. Waktunya juga disesuaikan yaitu ba'da Isya. Ternyata memang sesuai dugaan bahwa tempat ini ramai sekali dikunjungi oleh "mahluk - mahluk" dari luar kota ... :)
Ternyata bener juga, disini kita merasakan suasana yang bener - bener beda dari biasanya. Sebenernya makanan yang disajikan tergolong umum dan mudah dicari (secara gitu namanya juga Roemah Kopi, pasti menu utamanya juga kopi). Tetapi tempat yang cozy dan sejuk membuat kopi yang dipesan terasa nikmat untuk diminum.
Sepertinya tempat makan seperti ini sedang menjamur di kota bandung. Coba saja anda main - main ke daerah dago atas, disana anda akan menemui beberapa restoran besar yang menyajikan "city light" sebagai menu utamanya. Hmm... tempat - tempat seperti ini nih yang romantis banget dikunjungi bersama pasangan (baca:kekasih tercinta). Sayangnya sampai sekarang saya masih men-jomblo (apa karena terpengaruh film Jomblo ?) hehehehe ....
Bandung, 7 Juli 2007 @ Roemah Kopi
Friday, July 13, 2007
Saturday, July 7, 2007
Domain .id
Mulai dari tanggal 1 Juli 2007, secara resmi pengurusan domain dengan akhiran .id sudah diserahkan ke PANDI (Pengelola Nama Domain Internet Indonesia). Walaupun organisasi ini sudah terbentuk sejak tanggal 29 Desember 2006, tetapi baru sekarang ini aktifnya (salah satu bentuk ketidak siapan dan lambannya birokrasi kah ?)
Harga sewa domain berakhiran .id yang ditawarkan oleh PANDI untuk jangka waktu 1 tahun (sejak 1 juli 2007) ini memang tergolong mahal. Terus terang saya juga terkejut mendengarnya, karena sejak awal saya sudah "mencium" indikasi yang mengulur - ngulur waktu. Dengan persyaratan yang luar biasa ribet, domain .id dibandrol berdasarkan klasifikasinya
Dengan harga yang selangit itu saja baru dapat SLD, bandingkan dengan TLD yang harganya murah meriah. Nah kalo gini gimana caranya orang - orang indonesia mau menghargai domainnya sendiri setelah banyak yang hosting situsnya di server luar negeri karena hosting di Indonesia juga harganya selangit. Mereka (baca:pengurus PANDI) berkilah bahwa mahalnya domain tersebut karena adanya subsidi silang.
Kebijakan yang tumpang tindih.
Masih puyeng mikirin harga domain yang selangit tersebut, pagi tadi saya cek e-mail dan mendapati notifikasi bahwa semua domain yang saya daftarkan di https://register.net.id akan segera expired ? Lho kok bisa ? nah ini yang bikin saya tambah sebel sama PANDI. Saya ingat betul ketika mendaftarkan domain yang saat itu masih dikelola oleh DEPKOMINFO bahwa ada salah satu klausul yang berbunyi kira - kira "apabila domain anda expired akan otomatis diperpanjang selama 1 tahun tanpa biaya apapun". Memang ada beberapa domain yang saya daftarkan dan expired di tahun 2006, tetapi memang otomatis diperpanjang sampai 2007 (berbeda - beda setiap domain dan yang paling cepat adalah bulan november 2007).
Ketika saya dapat e-mail dari PANDI ternyata semua domain itu expired di tanggal 1 Juli 2007 !!! wah benar - benar kebijakan yang "aneh" menurut saya. Ganti pengelola, ganti kebijakan. Bagaimana nantinya setelah 1 tahun dari sekarang PANDI akan menunjuk pengelola yang baru dan menghasilkan kebijakan yang berbeda pula ? Tentu saja hal ini akan sangat membingungkan bagi orang awam dan administrator.
Apakah tidak bisa peraturan tersebut disederhanakan dan lebih fleksibel?
Ternyata tidak bisa!!! beberapa kali saya berkorespondensi via e-mail dengan pengurus PANDI di [email protected] mengenai kebijakan - kebijakan tersebut. Saya pikir masukan - masukan saya bisa dipertimbangkan (karena masuk akal dan sesuai dengan kondisi saat ini tentunya). Eh tapi nyatanya tidak bisa, jika sudah A ya A, B ya B, tidak bisa A berubah menjadi a.
Bagaimana dampaknya ?
Dalam waktu dekat nampaknya belum banyak masyarakat Indonesia yang tertarik menggunakan domain .id kecuali mereka yang memperpanjang. Berdasarkan informasi yang saya terima melalui milis, forum dll. Mereka akan memilih TLD yang lebih "mendunia" dan dengan harga yang lebih murah dan tanpa syarat apapun tentunya.
Sedangkan untuk jangka panjang sepertinya masalah pengelolaan domain .id ini meninggalkan "bom waktu" yang siap meledak kapan saja.
Kesimpulan
Untuk saat ini pilihannya memang memperpanjang domain (.id) daripada didiemin treus expired, kitanya sendiri kan yang repot. Selain itu untuk pindah dari .id ke .com butuh publikasi lagi yang akhirnya akan menyita waktu, tenaga dan biaya yang lebih besar. Untuk kedepannya saya masih berharap (walaupun harapan itu tipis) bahwa harga domain tersebut bisa diturunkan sehingga bisa bersaing dengan TLD. Selain itu saya juga masih berharap bahwa domain - domain untuk kelembagaan non-profit dan pendidikan seperti sekolah, masjid dll bisa digratiskan (masa' sih gak bisa men-"zakat"-kan beberapa domain saja?). Inget mas/mbak/bapak/ibu/pakde/budhe/om/tante hidup kita ini kan tidak hanya untuk di dunia saja ...
:)
Harga sewa domain berakhiran .id yang ditawarkan oleh PANDI untuk jangka waktu 1 tahun (sejak 1 juli 2007) ini memang tergolong mahal. Terus terang saya juga terkejut mendengarnya, karena sejak awal saya sudah "mencium" indikasi yang mengulur - ngulur waktu. Dengan persyaratan yang luar biasa ribet, domain .id dibandrol berdasarkan klasifikasinya
- co.id dibandrol dengan harga Rp. 100.000/tahun
- net.id dibandrol dengan harga Rp. 100.000/tahun
- or.id dibandrol dengan harga Rp. 50.000/tahun
- ac.id dibandrol dengan harga Rp. 50.000/tahun
- go.id dibandrol dengan harga Rp. 50.000/tahun
- sch.id dibandrol dengan harga Rp. 50.000/tahun
- mil.id dibandrol dengan harga Rp. 50.000/tahun
- web.id dibandrol dengan harga Rp. 25.000/tahun
Dengan harga yang selangit itu saja baru dapat SLD, bandingkan dengan TLD yang harganya murah meriah. Nah kalo gini gimana caranya orang - orang indonesia mau menghargai domainnya sendiri setelah banyak yang hosting situsnya di server luar negeri karena hosting di Indonesia juga harganya selangit. Mereka (baca:pengurus PANDI) berkilah bahwa mahalnya domain tersebut karena adanya subsidi silang.
Kebijakan yang tumpang tindih.
Masih puyeng mikirin harga domain yang selangit tersebut, pagi tadi saya cek e-mail dan mendapati notifikasi bahwa semua domain yang saya daftarkan di https://register.net.id akan segera expired ? Lho kok bisa ? nah ini yang bikin saya tambah sebel sama PANDI. Saya ingat betul ketika mendaftarkan domain yang saat itu masih dikelola oleh DEPKOMINFO bahwa ada salah satu klausul yang berbunyi kira - kira "apabila domain anda expired akan otomatis diperpanjang selama 1 tahun tanpa biaya apapun". Memang ada beberapa domain yang saya daftarkan dan expired di tahun 2006, tetapi memang otomatis diperpanjang sampai 2007 (berbeda - beda setiap domain dan yang paling cepat adalah bulan november 2007).
Ketika saya dapat e-mail dari PANDI ternyata semua domain itu expired di tanggal 1 Juli 2007 !!! wah benar - benar kebijakan yang "aneh" menurut saya. Ganti pengelola, ganti kebijakan. Bagaimana nantinya setelah 1 tahun dari sekarang PANDI akan menunjuk pengelola yang baru dan menghasilkan kebijakan yang berbeda pula ? Tentu saja hal ini akan sangat membingungkan bagi orang awam dan administrator.
Apakah tidak bisa peraturan tersebut disederhanakan dan lebih fleksibel?
Ternyata tidak bisa!!! beberapa kali saya berkorespondensi via e-mail dengan pengurus PANDI di [email protected] mengenai kebijakan - kebijakan tersebut. Saya pikir masukan - masukan saya bisa dipertimbangkan (karena masuk akal dan sesuai dengan kondisi saat ini tentunya). Eh tapi nyatanya tidak bisa, jika sudah A ya A, B ya B, tidak bisa A berubah menjadi a.
Bagaimana dampaknya ?
Dalam waktu dekat nampaknya belum banyak masyarakat Indonesia yang tertarik menggunakan domain .id kecuali mereka yang memperpanjang. Berdasarkan informasi yang saya terima melalui milis, forum dll. Mereka akan memilih TLD yang lebih "mendunia" dan dengan harga yang lebih murah dan tanpa syarat apapun tentunya.
Sedangkan untuk jangka panjang sepertinya masalah pengelolaan domain .id ini meninggalkan "bom waktu" yang siap meledak kapan saja.
Kesimpulan
Untuk saat ini pilihannya memang memperpanjang domain (.id) daripada didiemin treus expired, kitanya sendiri kan yang repot. Selain itu untuk pindah dari .id ke .com butuh publikasi lagi yang akhirnya akan menyita waktu, tenaga dan biaya yang lebih besar. Untuk kedepannya saya masih berharap (walaupun harapan itu tipis) bahwa harga domain tersebut bisa diturunkan sehingga bisa bersaing dengan TLD. Selain itu saya juga masih berharap bahwa domain - domain untuk kelembagaan non-profit dan pendidikan seperti sekolah, masjid dll bisa digratiskan (masa' sih gak bisa men-"zakat"-kan beberapa domain saja?). Inget mas/mbak/bapak/ibu/pakde/budhe/om/tante hidup kita ini kan tidak hanya untuk di dunia saja ...
:)
Subscribe to:
Posts (Atom)